Hakikat Masalah Menurut Al-Qur'an
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap manusia yang hidup di dunia pastilah memiliki masalahnya masing–masing baik itu besar
ataupun kecil, tak terkecuali siapapun. Dan semua orang pada umumnya sangat membenci sekali dengan datangnya suatu
masalah. Padahal jika kita amati dan telaah lebih dalam lagi setiap masalah datang
ketika kita berada dalam suatu proses untuk mencapai suatu tujuan atau
cita–cita. Semua itu adalah berbagai bentuk masalah yang kemungkinan akan kita hadapi. Namun di
balik itu semua, jika kita dapat melewati dan menyelesaikannya dengan baik akan
ada sebuah kejutan atau hadiah indah yang
menanti kita di akhir.
Masalah merupakan bagian penting dari sebuah roda kehidupan.
Dan pada dasarnya manusia adalah makhluk yang hanya dapat tumbuh dan berkembang
dengan adanya suatu masalah. Jika tak ada masalah maka sulit rasanya bagi
manusia untuk menjadi individu yang lebih baik dari sebelumnya. Jadi sebenarnya masalah ada di dunia ini adalah memiliki tujuan
tersendiri untuk kehidupan manusia, yaitu untuk menjaga kehidupan agar tetap
aktif dan berpikir kreatif agar dapat melangkah maju menuju ke arah yang lebih
baik dari sebelumnya. Hanya tergantung bagaimana manusia tersebut menyikapi
setiap masalah yang datang. Setiap kejadian ataupun peristiwa jika disikapi
dengan cara yang berbeda maka akan menghasilkan
respon atau tindakan yang berbeda dan dengan adanya respon atau tindakan yang
berbeda maka akan menghasilkan hasil yang berbeda pula.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah
Hakikat masalah itu ?
2. Apakah
pengertian masalah ?
3. Apa
sajakah ayat yang menjelaskan hakikat masalah?
4. Bagaimanakan
cara penyelesaian masalah menurut Al-Quran ?
C. Tujuan Masalah
1. Agar
para pembaca mengtahui hakikat masalah.
2. Agar
para pembaca mengetahui apa pengertian masalah.
3. Agar
para pembaca mengetahui ayat apa yang
menjelaskan tentang hakikat masalah.
4. Agar
para pembaca mengetahui bagaimana cara menyelesaikan masalah menurut Al-Qur’an.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakikat Masalah
Masalah
biasanya dartikan sebagai suatu kesenjangan, ketidaksesuaian, atau ketidak
cocokkan antara ide dan kenyataan, antara yang seharusnya dengan fakta yang
ada, atau antara keinginan dan harapan dengan realitas yang terjadi. Dalam paparan
ini ini mencoba mengenal hakikat masalah tersebut dan bagaimana pendekatannya
atau menghadapinya menurut pandangan
konseling dan keterangan Al-Qur’an sehingga masalah itu tidak mengganggu
kesetabilan kepribadian kita.
Menurut
pendekatan ini, manusia itu memiliki tiga potensi pokok, yaitu :
a)
Potensi
berpikir, baik yang rasional atau lurus maupun yang tidak rasional atau bengkok.
b)
Kecendrungan
untuk menjaga kelangsungan keadaan dirinya, keberadaannya, kebahagiaan,
kesempatan memikirkan dan mengungkapkannya dengan kata-kata, mencintai,
berkomunikasi dengan orang lain, serta terjadinya pertumbuhan dan aktualisasi
diri.
c)
Memiliki
dorongan dari dalam dirinya untuk merusak diri sendiri, menghindar dari
memikirkan sesuatu, menunda-nunda, berulang-ulang melakukan kekeliruan, percaya
pada takhayul, tidak memiliki tenggang rasa, menjadi perfeksionis, menyalahkan
diri sendiri, dan menghindari adanya aktualisasi potensi pertumbuhan yang dimilikinya.
Pada hakikatnya
bahwa manusia itu tidak sempurna, yaitu memiliki potensi positif dan negatif,
maka teori ini berusaha untuk menolong mereka untuk mau menerima dirinya
sebagai makhluk yang akan selalu membuat kesalahan namun pada saat yang
bersamaan juga bisa belajar hidup damai dengan dirinya sendiri. Dengan kata
lain orang dapat belajar mengubah pikiran mereka sehingga pikiran mereka
menjadi positif dan tidak tertekan.
B. Pengertian Masalah
Masalah kata yang digunakan
untuk menggambarkan suatu keadaan yang bersumber dari hubungan antara dua faktor
atau lebih yang menghasilkan situasi yang membingungkan.[1]
Masalah biasanya dianggap sebagai suatu keadaan yang harus diselesaikan.
Umumnya masalah disadari "ada" saat seorang individu menyadari
keadaan yang ia hadapi tidak sesuai dengan keadaan yang diinginkan. Dalam
beberapa literatur riset, masalah seringkali didefinisikan sebagai sesuatu yang
membutuhkan alternatif jawaban, artinya jawaban masalah atau pemecahan masalah
bisa lebih dari satu. Selanjutnya dengan kriteria tertentu akan dipilih salah
satu jawaban yang paling kecil risikonya. Biasanya, alternatif jawaban tersebut
bisa diidentifikasi jika seseorang telah memiliki sejumlah data dan informasi
yang berkaitan dengan masalah bersangkutan.
1. Pengertian Masalah Menurut Para
Ahli
a.
Menurut
James Stoner, masalah dimana suatu situasi menghambat organisasi untuk mencapai
satu atau lebih tujuan.
b.
Menurut
Prajudi Atmosudirjo, masalah adalah sesuatu yang menyimpang dari apa yang
diharapkan, direncanakan, ditentukan untuk dicapai sehingga merupakan rintangan
menuju tercapainya tujuan.
c.
Menurut Roger Kaufman, masalah adalah suatu
kesenjangan yang perlu ditutup antara hasil yang dicapai pada saat ini dan
hasil yang diharapkan.
d.
Menurut
Dorothy Craig, masalah adalah situasi atau kondisi yang akan datang dan tidak
diinginkan.
Seseorang yang menyandarkan dirinya pada prinsip-prinsip
dalam Al-qur’an selalu sanggup menyelesaikan permasalahan hidupnya dan
senantiasa bertindak bijaksana. Demikianlah, orang yang hidup dengan prinsip
tersebut tak pernah merasakan frustasi, bagaimanapun rumit keadaan yang
dihadapi. Karena itulah, dalam masyarakat yang menjunjung tinggi nilai dan ajaran
agama, tak seorang pun dari mereka yang tak dapat menyelesaikan masalahnya.
Ketika nilai agama tidak ditegakkan, manusia tidak
menampakkan kemanusiaannya. Permasalahan sederhana sekalipun, tidak akan
terselesaikan secara bijaksana dalam masyarakat tak beragama. Masyarakat
demikian menghadapi kesukaran terus-menerus sepanjang hidupnya. Jangankan
mencari penyelesaian, justru mereka mencari masalah dalam kesehariannya. Karena
tak sanggup menyelesaikan masalah yang bertubi-tubi dalam setiap segi
kehidupannya, mereka kemudian berputus asa dan menggugat. Sementara itu, karena
gagal mempertahankan alasan, mereka tak mendapatkan satupun pemecahan. Bahkan
jika mereka mendapatkannya, hal itu terbukti tidak rasional, karena yang mereka
dapatkan berasal dari pemikiran dangkal.
Alasan utama mengapa masalah senantiasa tak terselesaikan
dalam masyarakat yang jauh dari agama adalah anggota masyarakat sendiri tidak
mampu menyelesaikan persoalan pribadinya. Seseorang yang tidak menyandarkan dirinya
pada prinsip-prinsip agama akan mengatasi persoalannya dengan cara-cara mereka
sendiri. Dalam hal ini, dia berusaha memuaskan diri sendiri tanpa mempertimbangkan
kepentingan orang banyak. Dalam setiap tindakannya, dia tak mau menghadapi
resiko, dan tak mau menghabiskan tenaga dan biaya, atau mengambil tanggung
jawab yang bermanfaat bagi kepentingan orang lain.
2. Faktor-faktor yang Menimbulkan Masalah
Diagnosis yang merupakan upaya untuk menemukan faktor-faktor
penyebab atau yang melatarbelakangi masalah kehidupan manusia( Individu ),
dapat dipastikan memiliki maslah, akan tetapi masalah kompleksitas
masalah-masalah yang dihadapi individu tentulah berbeda-beda. Dan dalam
mengklsifikasikan masalah sebagai berikut:
1. Masalah individu yang berhubungan
dengan Tuhannya, seperti sulit mengahdirkan rasa takut, merasa tidak bersalah
atau dosa yang dilakukan, sulit menghadirkan rasa taat dalam diri individu
tersebut. Individu yang merasa
bahwaTuhan senantiasa mengawasi prilakunya sehingga individu tidak memiliki
kebebasan. Dampak seperti itu adalah timbbulnya rasa malas atau enggan
melaksanakan ibadah dan sulit untuk meninggalkan perbuatan yang dilarang Tuhan.
2. Maslah individu yang berhubungan
dengan dirinya sendiri adalah kegagalan bersifat displin dan bersahabat dengan
selalu mengajak dan membimbing kepada kebaikan dan kebenaran Tuhannya.
Dampalnya adalah muncul sikap was-was, ragu-ragu, berprasangka buruk dan rendah
motivasi dan dalam berprasangka buruk dan rendah motivasi dan dalam banyak hal
tidak mampu bersikap mandiri.
3. Masalah individu dengan lingkungan
keluarga misalnya kesulitan atau ketidak mampuan mewujudkan hubungan harmonis
antara anggota keluarga seperti antara anak-anak dengan bapak dan ibu. Kondisi
ketidakmampuan harmonisan dalam keluarga menyebabkan anak merasa tertekan,
kurang kasih sayang, dan kurangnya ketauladanan kedua orang tua.
4. Masalah individu dengan lingkungan
social misalnya ketidak mampuan melakaukan adaptasi baik dengan lingkungan
tetangga, sekolah dan masyarakat atau kegagalan bergaul dengan lingkungan
beraneka ragam watak dan sifat serta prilaku.
Dalam bagian ini akan diuraikan tentang beberapa faktor
penyebab terjadinya masalah baik yang berasal dari dalam (intern) dan dari luar (ekstern)
individu. Faktor intern individu yang
dapat menjadi sebab terjadinya masalah ada yang berasal dari kondisi fisik dan
ada pula yang berasal dari kondisi psikisnya. Ditinjau dari kondisi fisik, terjadinya
masalah antara lain dapat disebabkan oleh:
a. Adanya kelainan atau cacat yang
dapat menghambat perkembangan dan berbagai usahanya baik dalam
belajar,bekerja,bergaul,dan sebagiannya.
b. Dideritanya penyakit kronis yang
mudah kambuh,seperti tekanan darah tinggi atau rendah, asma, penyakit
lambung/maag, dan sebagiannya. Adanya penyakit demikian dapat merupakan
hambatan bagi perkembangan dan berbagai usahanya,karena setiap melakukan tugas
berat, berfikir berat,akan mudah kambuh penyakitnya.
c. Mengalami sakit keras akibat kecelakaan
yang mengakibatkan terjadinya kelemahan baik pada kondisi fisik maupun kondisi
psikisnya.
Ditinjau
dari kondisi psikisnya, terjadinya masalah antara lain dapat disebabkan oleh:
a. Rendahnya tingkat kecerdasan yang
dapat mempersulit usahanya untuk belajar,bekarja,bergaul dan sebagiannya.
b. Bakat dan minat yang tidak sesuai
dengan tugas yang dilakukan.
c. Tipe suasana hati yang pesimis, yang
menyebabkan oarangnya mudah pesimis setiap menghadapi kesulitan.
d. Sering mengalami kegagalan dalam
mengikuti ulangan atau ujian sehingga menimbulkan rasa enggan untuk belajar.
Sementara itu faktor ekstern yang dapat menjadi sebab
timbulnya masalah antara lain :
a.
Terputusnya
hubungan dengan orang yang sangat dikasihi, seperti mereka yang sedang
dirundung kesedihan karena ditinggalkan ayah dan ibunya,dan yang sedang
mengalami patah hati karena diingkari pacar yang sangat dicintai.
b.
Kekurangan
sarana untuk belajar, bekerja, bergaul sehingga sulit melaksanakannya.
c.
Perlakuaan
orangtua yang membatasi pergaulan anak-anaknya sehingga mereka mengalami
kesulitan untuk bergaul karena tidak terlatih dalam pergaulan nampak
canggung,kurang berani ikut bicara dan bergurau serta kurang terampil
menggunakan bahasa pergaulan yang tepat.Disamping itu ada juga yang mengalami
trauma berupa perlakuan buruk dalam pergaulan sehingga menimbulakan rasa takut
untuk bergaul.perlakuan buruk yang dialami antara lain mereka yang sering
diancam,diejek,dicemooh,dan lain-lain.
C.
Ayat
Yang Menjelaskan Hakikat Masalah
Manusia
pastinya sering beranggapan mengapa dirinya harus di uji. Al- Qur’an menjawab
pertanyaan manusia itu di dalam surah Al-Ankabut surah ke 29 ayat 2-3
menjelaskan :
Artinya
: “Apakah manusia itu mengira bahwa
mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang
mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang
sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan
sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta”
Kata
أَحَسِبَ dalam ayat ini bermakna zhanna
(menduga, mengira). Sedangkan huruf hamzah di depannya merupakan istifhâm (kata
tanya). Ibnu Katsir dan Sihabuddin al-Alusi menyimpulkan bahwa istifhâm
dalam ayat ini bermakna inkâri (pengingkaran). Bisa juga, sebagaimana
dinyatakan al-Syaukani, bermakna li al-taqrî' wa al-tawbîkh (celaan dan
teguran). Artinya, mereka tidak dibiarkan begitu saja mengatakan telah beriman
tanpa diuji dan dicoba seperti yang mereka kira. Mereka benar-benar akan diuji
untuk membuktikan kebenaran pengakuan iman mereka.
Kata يُفْتَنُونَ berasal dari kata al-fitnah.
Ada beberapa pengertian yang diberikan oleh para mufassir mengenai kata
tersebut. Mujahid, sebagaimana dikutip Ibnu Jarir, memaknainya يُفْتَنُونَ لا (mereka diuji). Menurut al-Nasafi,
pengertian al-fitnah di sini adalah al-imtihân (ujian) yang
berupa taklif-taklif hukum yang berat, seperti kewajiban meninggalkan tanah air
dan berjihad melawan musuh melaksanakan seluruh ketaatan dan meninggalkan
syahwat ,ditimpa kemis-kinan, paceklik, dan berbagai musibah yang melibatkan
jiwa dan harta dan bersabar meng-hadapi kaum kafir dengan berbagai makar mereka.
Semua ujian itu berfungsi untuk membuktikan kebenaran iman
seseorang. Dijelaskan Ibnu Katsir bahwa ujian yang diberikan itu sesuai dengan
kadar keimanan pelakunya. Nabi SAW bersabda:”
Manusia yang paling berat cobaannya adalah para nabi, kemudian orang-orang
shalih, kemudian berikutnya dan berikutnya. Seseorang dicoba sesuai dengan
(kadar) agamanya. Ketika dia tetap tegar, maka ditingkatkan cobaannya” (HR al-Tirmidzi).
Setelah
menegaskan adanya cobaan untuk menguji keimanan manusia, Allah SWT berfirman
dalam surah Al-Ankabut ayat ke 3 :
قَبْلِهِمْ مِنْ الَّذِينَ فَتَنَّا وَلَقَدْ
Artinya:
“Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka. “
Ayat
ini memberitakan bahwa ujian keimanan itu tidak hanya diberikan kepada kalian,
namun juga umat-umat terdahulu. Oleh karena itu, ujian keimanan merupakan sunnatul-Lâh
yang berlaku di setiap masa. Dengan ujian dan cobaan itulah
dapat diketahui pengakuan yang benar dan yang dusta.
Allah
SWT berfirman dalam surah Al-Ankabut ayat ke 3 ( lanjutan ayat diatas) :
صَدَقُوا الَّذِينَ اللَّهُ فَلَيَعْلَمَنَّ
Artinya
: “Maka sesungguhnya Allah mengetahui
orang-orang yang benar”.
Sebagai
Dzat Yang Maha Mengetahui, Allah SWT telah mengetahui semua peristiwa, baik
sebelum, sedang, maupun sudah terjadi. Dan mengetahui mana hambanya yang
benar-benar beriman dan mana yang berdusta dengan imannya. Dengan melalui ujian
dan berbagai masalah inilah manusia benar-benar di uji keimannannya. Dalam Al-qur’an cukup banyak
diberitakan tentang orang-orang yang mampu membuktikan kebenaran imanan mereka
sekalipun mendapatkan ujian yang besar. Dalam QS al-Shaffat [37]: 101-108,
misalnya, dikisahkan ketegaran Ibrahim dan putranya dalam menghadapi al-balâ'
al-mubîn (ujian yang nyata), berupa perintah menyembelih putranya. Perintah
tersebut tentu merupakan ujian yang besar. Bagi Ibrahim, Ismail adalah
perhiasan dunia yang paling dicintainya. Sementara bagi Ismail, nyawanya adalah
harta paling berharga yang dia miliki. Namun mereka bersabar dengan perintah
tersebut. Setelah terbukti ketaatan mereka, Allah SWT pun membatalkan
perintah-Nya dan menebusnya dengan sembelihan yang besar.
Allah
SWT berfirman dalam Surah Al-Ankabut ayat ke 3 (masih lanjutan ayat diatas):
لْكَاذِبِينَ وَلَيَعْلَمَنَّ
Artinya
: “Dan sesungguhnya Dia mengetahui
orang-orang yang dusta”.
Dengan ujian tersebut, akan terlihat pula orang-orang yang
dusta pengakuannya. Pengakuan iman mereka hanya terbatas di mulut saja, tidak
melebihi kerongkongan. Dalam Alquran juga banyak dikisahkan tentang kaum yang
gagal membuktikan kebenaran iman mereka.
Seperti yang dikisahkan
dalam Al-Qur’an pula kaum Munafik di Madinah. Ketika Madinah dikepung pasukan
kaum Musyrikin, mereka mengatakan bahwa Allah SWT dan Rasul-Nya hanya
menjanjikan tipu daya dalam QS al-Ahzab [33]: 12). Tak hanya itu, mereka bahkan
memprovokasi penduduk Yatsrib untuk pulang dari medan perang. Padahal
sebelumnya mereka tekah berjanji kepada Allah untuk tidak mundur dari
peperangan dalam QS al-Ahzab [33]: 13, 15). Sikap mereka itu menjadi bukti
nyata bahwa keimanan mereka dusta.
Allah SWT pun berfirman:
Artinya :“Kalau (Yatsrib) diserang dari segala penjuru, kemudian diminta kepada
mereka supaya murtad, niscaya mereka mengerjakannya; dan mereka tiada akan
menunda untuk murtad itu melainkan dalam waktu yang singkat” QS. Al-Ahzab
[33]: 14).
Demikianlah,
keimanan yang benar pasti akan melahirkan ketaatan terhadap syariah-Nya. Oleh
karena itu, keterikatan dan ketaatan terhadap syariah bisa dijadikan sebagai
tolok keimanan seseorang. Ketika seseorang senantiasa terikat dan taat terhadap
syariah, sesulit dan seberat apa pun, keimanannya telah terbukti benar.
Sebaliknya, ketika tidak mau taat, apalagi menolak, tentulah keimanannya patut
diragukan.
D.
Cara Menyelesaikan Masalah Menurut
Al-Qur’an
Setiap
manusia akan diuji dengan masalah. Tidak sedikit yang mencari solusi aneh
bahkan ada yang menempuh dengan jalan mistis, padahal solusinya hanya dekatkan
diri kepada Allah dengan ibadah dan tawakal. Ketika ada masalah tidak sedikit
manusia yang memilih jalan yang tidak islami bahkan dengan menghalalkan
berbagai cara, dicontohkan ketika orang terbelit masalah hutang dan membutuhkan
materi untuk kebutuhan hidup tanpa diikuti denggan dikuti keimanan yang kuat,
maka orang tersebut dapat dengan mudah terjerumus kemusyrikan diantaranya
mencari pesugihan dan rezeki yang tidak halal, melakukan pencurian atau
penipuan, serta menjual diri dan lain sebagainya. Oleh sebab
itu, islam mengajarkan kepada umatnya agar lebih bersifat tenang terlebih
dahulu jika dihadapkan suatu perkara, tidak panik dan
selalu berdoa serta memohon petunjuk kepada Allah.
Banyak
hal yang harus diperhatikan bagi umat muslim agar dapat mengatasi suatu masalah
tanpa harus menghalalkan segala cara dan terhindar dari perilaku yang dibenci
oleh Allah SWT. Adanya suatu masalah tentu datangnya dari Allah SWT. Tak satupun manusia
yang luput dari cobaan Allah, seseorang yang diberikan kesuksesan dan harta
berlimpah maupun orang yang diberi kehidupan yang miskin, itu semua merupakan
cobaan dari Allah SWT, ketika orang sudah mempunyai hidup yang berada dengan
kekayaan yang berlimpah apakah orang tersebut masih ingat akan keberadaan Allah
dan tidak bersikap takabur, serta menghindari hal-hal yag dilarang oleh Allah
SWT. Umat muslim yang diberikan kekayaan berlimpah dari Allah SWT hendaklah
dirinya selalu mengingat Allah dengan melaksanakan shalat dan menunaikan semua
kewajibannya, seperti bersedekah ataupun berpuasa.
Jika
dihadapkan dengan masalah berat yang harus ditentukan oleh pilihan-pilihan yang
berat, maka hendaknya kita memohon petunjuk dengan shalat istikharah dan
diikuti dengan puasa sunnah. Hendaklah setiap saat membaca istighfar dan selalu
ingat kepada Allah SWT, bahwa semuanya datang dari Allah. Seperti dituliskan
dalam firman Allah SWT.
Artinya
:“Karena
itu, ingatlah kamu kepada-Ku, niscaya aku ingat (pula) kepadamu dan
bersyukurlah kepada-Ku dan jangan kamu mengingkari nikmatku,” QS. Al-Baqarah ayat 152.
Jika
anda diterpa masalah berat, janganlah panik dan bersikaplah lebih tenang seperti yang dianjurkan
oleh Rasullulah SAW, di dalam sabdanya ” Jika engkau menghadapi suatu perkara,
maka pelan-pelanlah (tenanglah), hingga Allah akan menunjukan kepadamu jalan
keluarnya” (HR Bukhari).
Dari
sini dijelaskan bahwa semua manusia sedang diuji kesabarannya, hendaklah di
bersikap tenang dan hindari kemarahan. Marah adalah sifat dan perasaan
emosiaonal yang wajar dan dimiliki oleh setiap manusia. Jika kemarahan sudah
memuncak, orang yang sudah tidak bisa mengendalikan amarahnya, hendaklah
cepat-cepat mengambil air wudlu, kemudian dirikanlah shalat.
Maka Allah akan memberi petunjuk dan membantunya dalam menyelesaikan masalah. Fungsi sikap tenang dan tidak mudah emosional adalah untuk menenangkan pikiran dan membantu kita untuk menyelesaikan masalah dengan pemikiran yang logis guna untuk mencari penyelesaian dari semua maslahnyang ada.
Maka Allah akan memberi petunjuk dan membantunya dalam menyelesaikan masalah. Fungsi sikap tenang dan tidak mudah emosional adalah untuk menenangkan pikiran dan membantu kita untuk menyelesaikan masalah dengan pemikiran yang logis guna untuk mencari penyelesaian dari semua maslahnyang ada.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perspektif Al-Qur’an, bahwa masalah itu merupakan cubaan
atau ujian dari Allah kepada setiap manusia, baik berupa kesusahan dan
keburukan, maupun kebaikan atau kenikmatan, dimana manusia akan mendapatkan
keberuntungan apabila mampu menerima dan mengatasi cobaan tersebut secara baik
dan benar. Disamping berpikir rasional dengan memfungsikan akal secara maksimal
dalam mendekati masalah, ada beberapa ide yang ditawarkan Al-Qur’an, yaitu prinsip insya Allah bahwa segala usaha dan
ikhtiar, tidak mesti akan selalu sesuai dengan harapan, meyakini bahwa
disamping kesusahan pasti akan ada kemudahan, kesusahan dan keberuntungan akan
selalu bergulir dalam kehidupan, segala yang terjadi pasti ada hikmahnya,
bersikap sabar, dan sikap tawakkal kepada Allah Swt. Atas segala usaha yang
telah dilakukan dengan sungguh-sungguh, terencana, dan penuh perhitungan.
DAFTAR
PUSTAKA
Adz-Dzaky, H.B. 2001. Psikoterapi
& Konseling Islam (Penerapan Metode Sufistik).Yogyakarta: Fajar Pustaka
Baru.
Al-Maraghi M., 1993. Tafsir
Al-Maraghi, Juz 4. Darul Fikri.
Vardiansyah, Dani.2008. Filsafat Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar,
Indeks, Jakarta.
http//:Al-QuranMenjawabJanganMengeluhdanJanganGelisah.html
http//:WelcometoSangKhalifah.Blog.htm
Komentar
Posting Komentar